IRON MAIDEN DAN WAJAH HEAVY METAL DI TENGAH PANDEMI
Dari ketujuhbelas album yang pernah dirilis Iron
Maiden, baru album Senjutsu-lah yang
secara eksplisit menampilkan judul di luar bahasa Inggris. Tentu saja, hal ini
menjadi sebuah kehormatan bagi para fans Iron Maiden di negara Matahari Terbit.
Dalam bahasa dan budaya Jepang, Senjutsu
merupakan istilah yang merujuk pada taktik dan strategi perang. Kendati begitu, istilah ini sebenarnya tidak
terlepas dari strategi perang yang melibatkan energi alam semesta sebagai sumber
kekuatan yang tidak terkalahkan. Hubungan antara strategi perang dan keterlibatan
energi alam semesta menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan di tengah
pandemi pada masa kini. Apakah pemilihan judul album ke-17 ini berkaitan erat dengan
perang terhadap Covid-19 yang sedang dicanangkan semua negara?
Saya mencoba menelusuri makna album Senjutsu ini melalui sejumlah lagu yang dibawakan
Iron Maiden. Dari sepuluh lagu yang terdapat dalam album tersebut, saya
tertarik pada enam lagu, yaitu Senjutsu,
Death of the Celts, The Parchment, Hell on Earth, Lost in a Lost World, dan
Darkest Hour. Senjutsu bukanlah jenis lagu yang menghentak-hentak, tetapi
berderap sebagai bunyi gendering perang dan langkah kaki para pasukan menuju
medan pertempuran. Hal ini searah dengan isi teks lagu tersebut yang berbicara
tentang peringatan yang dilayangkan pemimpin perang kepada para pasukan dan masyarakat
ketika musuh menyerang wilayah mereka. Lagu ini sangat menarik karena memiliki
ruang yang begitu lebar bagi ketiga gitaris, Adrian Smith, Dave Murray, dan
Janick Gers, untuk melakukan improvisasi yang artistik.
Death
of the Celts menghadirkan kisah kepahlawanan (epic) tokoh
historis seperti yang kerap ditampilkan Iron Maiden pada lagu-lagu seperti The Rime of Ancient Mariner (1984), Alexander the Great (1986), atau Empire of the Clouds (2015). Lagu itu
dilantunkan dalam lirik-lirik naratif yang begitu sarat dengan refleksi
kemanusiaan yang menggugah, tentang keberanian, kebebasan, dan kehidupan.
Seperti lagu-lagu bertema epic lainnya, lagu Death of the Celts begitu sarat dengan berbagai tikungan ritem dan
melodi yang panjang dan harmonis. Melodi-melodi yang begitu kuat dan intens
seperti yang terdapat pada Death of the
Celts dapat pula ditemukan dalam lagu The
Parchment. Lagu berdurasi 12:39 ini mungkin menjadi lagu terpanjang di
dalam album Senjutsu. Sejak album The Book of Souls diluncurkan pada tahun
2015, Iron Maiden kerap menampilkan lagu-lagu dengan durasi yang cukup panjang.
Dengan konsep demikian, Iron Maiden sebagai salah satu band legendaris heavy metal, secara diam-diam telah bertransformasi
sebagai sebuah band heavy metal
progresif yang cenderung melakukan berbagai pengembangan estetika musik
berbasis narasi seperti yang pernah dilakukan band art rock legendaris Pink Floyd, Genesis, atau Marillion. Di dalam
lagu ini, generasi milineal yang menggemari lagu-lagu yang dibawakan band rock
progresif seperti Dream Theater akan terasa dimanjakan oleh unjuk kemampuan
instrumental yang dimainkan para personel Iron Maiden secara harmonis.
Hell
on Earth dan Lost in a
Lost World, menurut saya, menghadirkan komposisi lagu yang sangat kuat. Kedua
lagu itu tidak hanya menawarkan inovasi musikal yang menarik terhadap pola lagu
yang biasa dihasilkan Iron Maiden, tetapi juga menghadirkan persoalan yang
berkaitan dengan sejumlah tragedi yang dialami kehidupan manusia di bumi ini.
Peperangan yang dilakukan atas nama Tuhan yang masih terus berlangsung,
keserakahan yang menghancurkan alam semesta, atau ketidakadilan sosial yang
masih terjadi di dalam masyarakat dunia adalah segelintir persoalan yang menjadikan
bumi sebagai neraka. Bahkan di dalam lagu Lost
in a Lost World, kita juga diingatkan bahwa bumi yang kita tempati saat ini
memang bukanlah bumi yang ideal. Namun, inilah tempat terbaik yang dapat kita
tempati. Meski bumi masih menyimpan misteri kehidupan yang sulit kita selami, Iron
Maiden meminta kita untuk tetap melanjutkan perziarahan ini sampai pada
akhirnya kita menghilang.
Will
we ever heal our old wounds, like forever darkness worn. Fighting for their
lives again so come on now, don't be afraid. This is where destiny lies, just
to let us breathe again. Put upon this earth to wander and to walk forever lost.
Sementara itu, Darkest
Hour menyingkapkan salah satu kepiawaian Iron Maiden dalam mengolah dan
mengalihwahanakan teks susastra seperti mitologi menjadi sebuah lagu balada
yang begitu kuat. Dalam Darkest Hour,
Steve Harris dan kawan-kawan menyajikan salah satu episode kehidupan anak-anak Albion,
putera Dewa Poseidon, yang berperan penting dalam mitologi yang ditulis oleh William Blake,
seorang penyair Inggris pada abad ke-18. Oleh masyarakat Inggris, Albion dipercaya
sebagai penemu wilayah negara itu. Setelah ia mangkat, anak-anaknya bertugas
untuk menjaga dan mempertahankan wilayah tersebut dari berbagai musuh yang
hendak merebutnya dengan segenap jiwa raga mereka. Semangat cinta tanah air yang
begitu patriotik dihadirkan secara menggetarkan dalam Darkest Hour.
Bagi para metal
head, album Senjutsu yang
diluncurkan Iron Maiden menawarkan energi yang cukup menguatkan di tengah ketidakpastian
yang disebabkan oleh pandemi. Namun, tidak dapat dimungkiri bahwa album ini memiliki
perbedaan yang cukup signifikan bila dibandingkan album-album Iron Maiden
lainnya. Tempo yang ditampilkan kesepuluh lagu dalam album itu memang terdengar
lebih lambat, tidak secepat lagu-lagu yang pernah ditelurkan Iron Maiden
sebelumnya. Walaupun keenam personil band tersebut memiliki kemampuan di atas
rata-rata, faktor usia, disadari atau tidak, sedikit menghalangi mereka untuk
bermain sedikit lebih cepat.
Kendati begitu, nuansa lagu-lagu klasik Iron Maiden
yang begitu berderap-derap masih sangat terasa begitu kental di dalam kesepuluh
lagu dalam album Senjutsu. Hal yang menarik adalah bahwa dalam album itu,
Iron Maiden tidak berusaha untuk mencitrakan diri mereka sebagai band yang
tidak pernah (mau) menua. Mereka justru berusaha bersikap rasional dan
sekaligus bijaksana untuk menampilkan wajah heavy
metal yang lebih matang. Kematangan itu terdengar jelas pada harmoni musik
yang mereka usung. Mereka saling mengisi, melindungi, dan menyempurnakan,
persis seperti sekelompok pasukan yang sedang berperang di medan pertempuran.
Setiap personil tidak hanya bertanggungjawab untuk menjaga tempo dan ritme
musik, tetapi juga bertanggungjawab untuk memberikan nyawa pada setiap lagu
yang dihadirkan.
Dengan begitu, apakah judul Senjutsu yang disematkan dalam album itu ingin menyuarakan sebuah formula yang penting untuk kita perhatikan di tengah pandemi bahwa salah satu upaya untuk bertahan dalam peperangan melawan Covid pada saat ini adalah bertahan bersama sebagai sekelompok pasukan yang mati-matian saling memberikan perlindungan? Suara dari Iron Maiden mungkin perlu kita dengarkan….
Sumber gambar : Iron Maiden – Senjutsu (2021, Slipcover , CD) - Discogs
Komentar
Posting Komentar